Literasi Guru

Literasi Guru
luka-liku ke profesian guru Ekonomi

Minggu, 12 April 2020

Dungusema Zaman Baheulaa

Ngabejaan bulu Tuur
* DUNGUSEMA ZAMAN BAHEULA*

Dungusema, yahh…. Dungusema, sebuah nama yang tidak dikenal secara luas. Orang luar tahunya nama Gang Gemah, Ripah Subur, Makmur Denki. Hal itu dikarenakan banyak teman yang menanyakan asal penulis, menyebutkan nama Dungusema, mereka mengernyitkan alisnaya tanda sebuah kebingungan, ketika dijelaskan baru lah mereka secara diraba-raba tahu.
Mari kita kupas arti kata dari dungusema itu.
Dungusema berasal dari dua kata Dungus dan Maung. Dungus berarti tempat atau sarang, yang pada waktu itu sama dengan rungkun atau sebutlah hutan. Maung gak usah dijelaskan. Dengan demikian maka Dungusema itu adalah tempat/sarang Maung. Menurut pak Diidik Supardi  (Alm) warga  RT 05  yang dulu pernah ditanya pada tahun 1987. Cerita Beliau, sebutlah pada waktu itu kampung. Bahwa Dungusema itu memang tidak kelihatan ada sebuah perkampungan,karena jarak dari jalan ke rumah paling depan itu ada kira-kira sekitar 50 Meteran tepatnya rumah Ma Asum atau Pak Mansyur Yang sebelahnya  rumah pak Ustad Abdurohim. (alm) Di RT 01  (bagian 1)

Kembali lagi ke asal usulnya Dungusema, Bahwa menurut kakeknya pa Dikdik. Dungusema yang sekarang ini adalah merupakan daerah semak belukar  dan kelihatan angker  sehingga sering digunakan tempat berkumpulnya “Maung-maung” untuk bermusyawarah, sedangkan nama pamoyanan adalah tempat moyannya para maung. Begitu angkernya tempat dungusema ini konon jam 4 sore sudah tidak ada lagi orang yang berkeliaran.
Okey… FAKTA  keberadaan semenjak dahulu hingga sekarang ini ada adalah SUNGAI JANTRA. Sungai yang menjadi pembatas daerah kampung dan jalan raya, dahulu merupakan sungai besar yang mengalir dari sebelah barat sampai timur dungusema. Dan sungai Jantra ini yang membatasi Dungusemad dengan  wilayah Dengki.dan Babakan Priangan. Di pinggir sungai ini ada sebuah pohon Cangkring yang penulis tahu itu pohon sudah gede banget. Letaknya kalau sekarang di belakangnya  PONDOK HIJAU,. Selain itu juga ditumbuhi pohon bunga atau disebut Kembang MAYANG yang banyak dikurung oleh sarang Lebah besar.
Tempat yang sekarang PASAR KEMBAR dulunya merupakan kebun bambu yang sangat rimbun,dan anker  sungai didepannya  sungai yang  dalam dan mengalir sangat deras  melewati curug.
Dengan sungai jantra ini banyak warga yang memanfaatkannya dengan kegiatan mencuci dan bisa meminum air langsung dari sungai. Saking jernihnya.  .Bahkan dijadikan tempat bermainnya anak-anak yang ngetop pada saat itu adalah BALAP DUIT PICIS, yaitu dengan cara melemparkan uang logam ke sungai kemudian siapa yang paling cepet nyampai diaalah juaranya . Kalau jamannya penulis mungkin dengan cara balap paparahuan dan sejenisnya. Cag dulu (Lanjut Bagian 3)

Pendudukan Dungusema
Siapakah yang pertama  mendirikan rumah di Dungusema? Yuk kita lanjut ceritanya.
Mengingat masih jarangnya penduduk di Dungusema, sekitar tahun 1920-an saat pendudukan Belanda menjatuhkan Bom di kota Bandung, Dungusema tidak pernah dijatuhi BOM Hal ini ada kemungkinan Belanda tidak memperkirakan  bahwa  wilayah Dungusema  berpenghuni, karena dilihat dari udara adalah merupakan wilayah yang tidak bertuan akibat rungkun-rungkun  yang tinggi  sebagai pelindungnya..
Konon  yang jadi penghuni paling awal di dungusema adalah Mama/juragan DURASAN yang juga dikenal sebagai “Mpun” (Tempat mohon) , kemudian Mama/Juragan PRAWIRA yang memiliki tanah yang luas dan pernah disewa oleh Tuan SUAR (mungkin yang dipanggil Enggah) untuk istal kuda. Selanjutnya ada Eyang TARI, Mbah JANGKUNG  dan Mama SUMPENA yang rumahnya seitar Rumah Pak KARTA, Juragan ENCUT dan Bapak KARNAEN JAYA. *(Adakah yang mengetahui posisi rumah yang disebutkan diatas)*.
Bagaimana cara  menunjukkan tempat Dungusema saat itu.
Orang luar akan menyebutkan dungusema itu dengan menyebutkan dekat Pabrik laken, di Pabrik ini pernah ditempati sebagai lokasi SMA Negeri 11  Bandung, Kemudia pernah juga dihuni oleh SD YAMI, dan sekarang Kantor Perumtel. Sedangkan yang sekarang Toko Abadi adalah merupakan bekas dari Pabrik Busa yang awalnya adalah pabrik petasan. Demikian PakDikdik menceritakan dengan bersemangat sambil sekali-kali menghisap rokonya.
Untuk menuju daerah dungusema itu pada jaman penjajahan Belanda,  alat transportasi yang paling elit itu adalah sepeda. Memasuki wilayah Dungusema Jalannya becek  dan berlumpur jika musim hujan, sulit mengendarai sepeda yang becek, berlumpur dan licin, Akhirnya  orang yang mau  pergi kearah  wetan mau tidak mau maka  Sepedahlah yang naik orang. Maksudnya Sepedahnya yang di pangku.
Setelah ada pemerintahan rumah-rumah di Dungusema diberikan nomor, dan nomor ini adalah sepertinya nomor dimana rumah yang pertama berdiri, maka itu lah nomernya dengan angka yang paling kecil, contoh nomer rumah kakek saya yang ada di RT 03  bernomor 4A/203 B. Mengapa 203 B? sedangkan rumah Keluarga Pak Jumhana no 28/203 A. di RT 01. Apakah sampai RT 02 yang memperoleh Blok 203 A? perlu ada penelusuran.
 Penggunaan nomor /(garis miring) yang hampir semua orang menyebutkan  dengan kata BLOK. Blok 203  adalah nomor untuk wilayah Cigereleng bagian Utara  jalan Mulai dari Gang Silih Asih sampai daerah Pamoyanan RW 05. Kelurahan Ciseureuh.  Memasuki Gang Empang sudah menggunakan blok 204. (Ha…ha…ha…. Ini pekerjaan inafis)
Kini wilayah Dungusema sudah banyak rumah-rumah yang berdiri, mulai dari RT 01 sampai dengan RT 06. Jika mengacu kepada PERDA Kota Bandung nomor 02 tahun 2013 tentang Lembaga Kemasyarakatan kelurahan  di Bab IV pasal 6 syarat pembentukan RT Maksimal 75 Kepala Keluarga, berarti  jumlah kepala keluarga di wilayah Dungusema itu 450 Kepala Keluarga, kurang lebihnya. Jumlah penduduknya entah berapa ratus orang mungkin seribuan lebih belum pendatang yang tidak tercatat atau yang mengontrak..Tanya pak RW? (Bersambung )

Purnabhakti,Purnakarya, Purnatugas

 Seseorang yang sudah melampaui batas usia kerja akan diberhentikan oleh instansi atau lembaga pemberi kerja. Mengapa harus dibatasi? Secara...